25 Des 06 00:34 WIB
Benteng Kerajaan Trumon Ternyata
Selamat Dari Terjangan Tsunami
WASPADA Online
BENTENG Kuta Batee, salah satu benda cagar budaya peninggalan Kerajaan Trumon terlihat masih berdiri kokoh. Meski sempat diterjang gelombang tsunami, ketika bencana dasyat itu meluluhlantakkan Nanggroe Aceh Darussalam 26 Desember 2004, namun ternyata bangunan tua itu selamat.
Warga yakin, terhindarnya bangunan dari terjangan gelombang tsunami merupakan sebuah keajaiban. Pasalnya, secara logika benteng ini tak mungkin selamat karena letaknya hanya berjarak sekitar sepuluh meter dari bibir pantai.
Anehnya lagi kata warga di sana, ketika air laut naik hingga meter dua meter, justru ke dalam benteng luput jadi sasaran. Padahal air bisa saja masuk lewat pintu benteng dan jendela benteng yang terdapat di sekelilingnya.
Sementara banggunan rumah maupun deretan pertokoan terdekat dan sekitarnya, praktis porak-poranda dihantam gelombang. “Makanya kami yakin benteng ini bagaikan bangunan keramat,†sebut Rusli, 34, seorang warga menceritakan saat bencana tsunami melanda kawasan itu.
Hal senada juga dikemukakan T. Munadi, 40, anggota DPRD Aceh Selatan, asal Trumon secara terpisah. Meski selamat, kata dia, pihak BRR telah mengupayakan membangun tanggul pengamanan alakadarnya agar tidak terus menerus jadi sasaran gelombang pasang.
Bangunan benteng Kuta Batee dibangun ketika Kerajaan Trumon dipimpin atau di bawah pemerintahan Teuku Raja Fansuri Alamsyah yang juga dikenal dengan sebutan Teuku Raja Batak. Dalam masa ini pula, Trumon meraih kejayaannya hingga berhasil mencetak mata uang sendiri sebagai alat tukar yang sah.
Teuku Raja Batak ini merupakan raja ketiga, menggantikan ayahnya bernama Teuku Raja Bujang yang sebelumnya menerima tahta dari kakeknya (ayah Raja Bujang) yaitu Teuku Djakfar selaku pendiri Kerajaan Trumon dan Kerajaan Singkil.
Selain berfungsi sebagai benteng pertahanan ketika diserang musuh (penjajah), benteng ini juga digunakan sebagai kantor pusat pengendalikan pemerintahan oleh raja. Di dalamnya juga terdapat istana raja dan sebuah gudang tempat menyimpan barang-barang penting milik kerajaan.
Luas bangunannya sekitar 60 x 60 meter dengan tinggi sekira empat meter. Sedangkan tebal dindingnya mencapai satu meter dengan tiga lapisan. Dinding bagian luar terbuat dari batu bata, kemudian pasir setebal tiga puluh sentimeter dan dinding bagian dalam terbuat dari batu bata tanah liat.
Di sekeliling benteng terdapat balai sidang. Balai ini biasanya digunakan untuk kegiatan rapat atau sidang-sidang adat kerajaan yang dipimpin langsung oleh raja. Selain itu juga terdapat rumah sula (penjara). Sula adalah besi-besi yang diruncingkan dan terpancang di tanah sebagai tempat hukuman mati bagi penjahat yang divonis hukuman mati.
Almarhum H. Mohammad Said, dalam bukunya Aceh Sepanjang Abad menceritakan, Kerajaan Trumon didirikan oleh seorang saudagar sekaligus pemuka agama (labai) berasal dari XXV Mukim Aceh Besar dalam abad ke-18. Beliau tidak lain adalah Labai Daffa (Labai Dafna-sebutan Belanda) yang nama aslinya adalah Teuku Djakfar.
Raja ini sebelum mendirikan Kerajaan Trumon dan Singkil, sempat belajar agama Islam di Ujung Serangga, Kecamatan Susoh, Aceh Barat Daya sehingga meraih gelar labai atau teungku, panggilan ulama dalam masyarakat Aceh.
Dengan demikian tidak heran, kalau Benteng Kuta Batee ini akhirnya selamat dan terhindar dari bencana gelombang tsunami, berkat doa Raja-raja Trumon yang terkenal alim heroik itu. Wallahu a’lam bisshawab.
Benteng Kerajaan Trumon Ternyata
Selamat Dari Terjangan Tsunami
WASPADA Online
BENTENG Kuta Batee, salah satu benda cagar budaya peninggalan Kerajaan Trumon terlihat masih berdiri kokoh. Meski sempat diterjang gelombang tsunami, ketika bencana dasyat itu meluluhlantakkan Nanggroe Aceh Darussalam 26 Desember 2004, namun ternyata bangunan tua itu selamat.
Warga yakin, terhindarnya bangunan dari terjangan gelombang tsunami merupakan sebuah keajaiban. Pasalnya, secara logika benteng ini tak mungkin selamat karena letaknya hanya berjarak sekitar sepuluh meter dari bibir pantai.
Anehnya lagi kata warga di sana, ketika air laut naik hingga meter dua meter, justru ke dalam benteng luput jadi sasaran. Padahal air bisa saja masuk lewat pintu benteng dan jendela benteng yang terdapat di sekelilingnya.
Sementara banggunan rumah maupun deretan pertokoan terdekat dan sekitarnya, praktis porak-poranda dihantam gelombang. “Makanya kami yakin benteng ini bagaikan bangunan keramat,†sebut Rusli, 34, seorang warga menceritakan saat bencana tsunami melanda kawasan itu.
Hal senada juga dikemukakan T. Munadi, 40, anggota DPRD Aceh Selatan, asal Trumon secara terpisah. Meski selamat, kata dia, pihak BRR telah mengupayakan membangun tanggul pengamanan alakadarnya agar tidak terus menerus jadi sasaran gelombang pasang.
Bangunan benteng Kuta Batee dibangun ketika Kerajaan Trumon dipimpin atau di bawah pemerintahan Teuku Raja Fansuri Alamsyah yang juga dikenal dengan sebutan Teuku Raja Batak. Dalam masa ini pula, Trumon meraih kejayaannya hingga berhasil mencetak mata uang sendiri sebagai alat tukar yang sah.
Teuku Raja Batak ini merupakan raja ketiga, menggantikan ayahnya bernama Teuku Raja Bujang yang sebelumnya menerima tahta dari kakeknya (ayah Raja Bujang) yaitu Teuku Djakfar selaku pendiri Kerajaan Trumon dan Kerajaan Singkil.
Selain berfungsi sebagai benteng pertahanan ketika diserang musuh (penjajah), benteng ini juga digunakan sebagai kantor pusat pengendalikan pemerintahan oleh raja. Di dalamnya juga terdapat istana raja dan sebuah gudang tempat menyimpan barang-barang penting milik kerajaan.
Luas bangunannya sekitar 60 x 60 meter dengan tinggi sekira empat meter. Sedangkan tebal dindingnya mencapai satu meter dengan tiga lapisan. Dinding bagian luar terbuat dari batu bata, kemudian pasir setebal tiga puluh sentimeter dan dinding bagian dalam terbuat dari batu bata tanah liat.
Di sekeliling benteng terdapat balai sidang. Balai ini biasanya digunakan untuk kegiatan rapat atau sidang-sidang adat kerajaan yang dipimpin langsung oleh raja. Selain itu juga terdapat rumah sula (penjara). Sula adalah besi-besi yang diruncingkan dan terpancang di tanah sebagai tempat hukuman mati bagi penjahat yang divonis hukuman mati.
Almarhum H. Mohammad Said, dalam bukunya Aceh Sepanjang Abad menceritakan, Kerajaan Trumon didirikan oleh seorang saudagar sekaligus pemuka agama (labai) berasal dari XXV Mukim Aceh Besar dalam abad ke-18. Beliau tidak lain adalah Labai Daffa (Labai Dafna-sebutan Belanda) yang nama aslinya adalah Teuku Djakfar.
Raja ini sebelum mendirikan Kerajaan Trumon dan Singkil, sempat belajar agama Islam di Ujung Serangga, Kecamatan Susoh, Aceh Barat Daya sehingga meraih gelar labai atau teungku, panggilan ulama dalam masyarakat Aceh.
Dengan demikian tidak heran, kalau Benteng Kuta Batee ini akhirnya selamat dan terhindar dari bencana gelombang tsunami, berkat doa Raja-raja Trumon yang terkenal alim heroik itu. Wallahu a’lam bisshawab.