Our Blog

Jawa Dan Politik

01 Mar 07 03:26 WIB
Masyarakat Jawa Dan Etno-Politik
WASPADA Online


Oleh Saidurrahman
Sebagai komunitas dan etnis terbanyak di Indonesia dan terluas penyebarannya, serta paling beragam variasi perilaku dan apresiasi politiknya. Masyarakat Jawa benar-benar telah berhasil beradaptasi, berdialog, dan bekerjasama dengan masyarakat dan kebudayaan lainnya di Indonesia bahkan sampai ke luar negeri. Sebuah fenomena yang amat menarik untuk dikaji, terlebih di suasana Pilkada di mana-mana, yang melibatkan masyarakat Jawa dengan mobilitas yang cukup tinggi.

Berikut adalah analisis sederhana tentang wawasan kebangsaan masyarakat Jawa, khususnya tentang ketidak-etnopolitikannya, baik dari sisi positif maupun sisi negatifnya. Hal ini penting dan menarik, sebab dalam suasana perpolitikan yang terjadi, tampak terjadi upaya skematisasi yang mencoba mengerdilkan wawasan kebangsaan orang Jawa, khususnya di Sumatera Utara.

Secara historis masyarakat Jawa memiliki nasionalisme yang tinggi dan cenderung tidak menganut etno-politik, sehingga di mana pun orang Jawa bermasyarakat, mereka umumnya dapat berintegrasi secara maksimal dengan masyarakat mana pun dan dalam kondisi bagaimana pun. Karenanya maka masyakarat Jawa di mana pun berada, akan terlihat mampu menunjukkan sikap yang lebih liberal, tidak mau dipaksa, tidak mau diklaim, tidak mau didikte, dan tidak mau dialienasi secara komunal dari masyarakat di bumi mana mereka bertempat tinggal, apalagi untuk kepentingan politik sesaat. Ini bisa dilihat dalam banyak kegiatan politik lokal, baik di Jawa maupun luar jawa, juga dalam politik nasional. Tampaknya inilah salah satu kekhasan masyarakat Jawa.

Kenyataan bahwa masyarakat Jawa tidak menganut Etno-politik (Politik Kesukuan) benar-benar positif, sehingga di daerah mana pun di Indonesia masyarakat Jawa leluasa bergerak dengan hati nurani dan kebudayaannya, tanpa dipisahkan secara eksklusif atas dasar kesukuannya. Sehingga di Sumatera utara misalnya, tidak pernah ada kategorisasi sosial yang menempatkan etnis ini lebih tinggi atau lebih rendah dari sahabat-sahabat mereka dari etnis lain.

Politik 'non etnik' ini pulalah tampaknya yang merupakan modal dasar masyarakat Jawa di mana pun untuk bisa survive, berkembang, dan sukses mempertahankan kultul dan peningkatan kualitas hidup mereka di tengah masyarakat dan kultur budaya lain.

Karenanya, jika ada upaya-upaya untuk mengotakkan masyarakat Jawa berhadapan secara politik atau aspirasi politik berdasar etnisitasya, hal ini jelas merusak watak budaya Jawa yang brilian itu. Dan dengan demikian ia cenderung sebagai angan-angan dan kepentingan orang tertentu saja.

Jika jalan pikiram ini dapat diterima, maka para tokoh masyarakat Jawa di daerah ini tampaknya perlu menjaga dan merawat sikap non etno-politik yang dianut masyarakatnya. Untuk itu Rapat Kerja Forum Komunikasi Warga Jawa yang berlangsung tanggal 25 Februari 2007 di Hotel Antares Medan perlu mengambil langkah-langkah mengembalikan nasionalisme yang demikian kuat pada komunitas ini, sehingga mereka tidak terbawa rendong hiruk pikuk Pilkada di mana-mana. Dengan demikian, maka aspirasinya tidak tersalur atas pertimbangan etnis; karena Pujakesuma, Jawa Rembug, Pandawa, dsb., tetapi pertimbangan objektif kemunitasnya tentang siapa figur yang dianggap bersih dan kredibel membawa daerah ini ke arah kemakmuran dan kesejahteraan.

* Penulis adalah Dosen Ilmu Politik Islam di IAIN Sumatera Utara

TRUMON Designed by Templateism | Blogger Templates Copyright © 2014

Theme images by richcano. Powered by Blogger.